Pindah ke lingkungan baru tentu akan mendorong seseorang untuk beradaptasi. Apalagi jika ia berpindah dari asal kotanya ke kota baru. "Beradaptasi" bisa berarti ia berusaha mengikuti gaya hidup di lingkungan barunya. Clara Matara, Jie Riani, dan Gerardo Andre Wijaya adalah 3 mahasiswa FIKom Untar yang merantau ke Ibu Kota untuk menempuh pendidikan. Banyak sekali gaya hidup yang baru ditemuinya di Jakarta, yang mungkin berbeda jauh dari asal kotanya. Meskipun tak semua gaya hidup itu berhasil diadaptasinya, namun tetap saja ternyata ada gaya hidup Ibu Kota yang membuat mereka berbeda sebelum perantauan itu dimulai.
Clara Matara
Clara merupakan wanita asal Kupang, NTT yang
merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan di FIKom Untar. Sewaktu di
Kupang, ia bercerita kalau ia tidak hobi nongkrong di cafe-cafe karena di
daerah belum terlalu banyak cafe. Ia juga tidak terlalu mempedulikan
penampilan, biasanya ia hanya mengenakan kaos dan celana pendek ketika
bepergian. Clara pun masih belum terlalu mandiri dalam mengurus diri sendiri.
Namun semuanya berubah ketika ia menginjakkan
kakinya di Jakarta. Ia dituntut untuk mandiri dalam mengurus segala hal.
Perlahan Clara mulai memperhatikan stylenya baik dalam hal berpakaian dan
berdandan mengikuti style anak Jakarta. “Di
Jakarta juga aku mulai bisa ngurus dan ngatur semua waktu ku sendiri dan mulai
hobi nongkrong karena di Jakarta kalau nggak nongkrong gak asik”, curhat
Clara.
Tetapi ia juga sempat mengalami Culture Shock saat memasuki lingkungan
baru. Gaya bicara warga Jakarta yang menggunakan gue-lo terdengar aneh ditelinganya, sebab di daerah asalnya dulu,
ia biasa menggunakan kata aku-kamu. “Culture
shock aku selanjutnya adalah aku masih aneh dengan lingkungan yang cewenya
ngerokok dan miras-an. Itu yang buat aku belum bisa terima”, tambahnya.
Jie Riani
Jie Riani adalah mahasiswa FIKom Untar
angkatan 2013 kelahiran Makassar 8 Mei 1994. Sewaktu masih berada di Makassar
dulu, biasanya untuk berbelanja kebutuhan dirinya sendiri, ia akan meminta uang
dari ortu. Ia pun lebih lebih boros dalam mengeluarkan uang. Sementara ketika
ia berada di Jakarta, ia harus bisa mengirit uang jajan yang diberikan agar
cukup untuk 1 bulan.
Jie pun bercerita ,”karena gak ada ortu di Jakarta, semuanya harus serba sendiri, ngurusin
sendiri. Kalo ada ortu kan bisa manja-manja terus keperluan sehari-hari udah
terpenuhi jadi ga usah beli sendiri”.
Seperti Clara, Jie juga sempat mengalami Culture Shock. Bahasa dan logat yang
berbeda menjadi kendalanya. Sehingga di awal memasuki perkuliahan, ia lebih
memilih untuk banyak diam dibanding berbicara. Beruntung di Jakarta ia tinggal
bersama dengan tantenya, ia pun banyak mendapatkan masukan bagaimana cara hidup
di Jakarta sehingga ia dapat beradaptasi dengan cepat.
Gerardo Andre Wijaya
Andre sapaan akrabnya adalah mahasiswa baru
FIKom Untar 2016 yang berasal dari Bangka Belitung. Sebelum tiba di Jakarta
untuk berkuliah, Andre memang sudah mempersiapkan diri dan mental agar dapat
cepat beradaptasi dan mampu untuk hidup mandiri. Ia pun hanya butuh waktu 4
hari untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.
Ia juga menceritakan bahwa gaya hidupnya
ketika di Belitung dengan ketika ia di Jakarta tak berbeda jauh. Hanya saja
karena jauh dari orang tua, ia jadi sedikit lebih nakal seperti suka begadang
hingga larut malam. Pun begitu, ia tidak ikut terjerumus ke dalam pergaulan
negatif seperti merokok dan minum
minuman beralkohol.
Merantau ke Ibu Kota ternyata tidak akan selalu terjurumus gaya hidup Ibu Kota itu sendiri. Contohnya ada Clara, Jie, dan Andre yang cukup cepat beradaptasi di Jakarta namun tidak mudah terdorong akan semua gaya hidup didalamnya. Jakarta memang terkenal dengan pergaulan dan gaya hidup yang condong ke arah negatif. Namun, itu tergantung diri kita sendiri apakah kita mau ikut terjerumus hal-hal yang negatif atau positif. Karena yang bisa mengkontrol diri kita hanyalah kita sendiri.
Penulis: Eunike Tania & Bella Hutabarat
Reporter: Eunike Tania
Editor: Bella Hutabarat
Reporter: Eunike Tania
Editor: Bella Hutabarat