Sosok Desi Anwar
memang sudah tidak asing lagi di dunia pertelevisian Indonesia, khususnya pada
bidang jurnalistik. Wanita berkelahiran Bandung, 11 Desember 1962, merupakan seorang
presenter berita terkemuka di Indonesia. Desi memulai kariernya di RCTI,
membawakan acara berita Seputar Indonesia, Nuansa Pagi, Buletin Siang dan Buletin
Malam. Pekerjaan ini ia lakoni sampai tahun 1999, sampai akhirnya ia memutuskan
untuk pindah ke situs portal berita Astaga.com. Pada tahun 2000, dia kembali ke
dunia redaksi televisi dan bergabung dengan stasiun berita pertama di
Indonesia, Metro TV. Di stasiun televisi itu, kini ia menjabat sebagai GM
Marketing and Business Development. Sesekali Desi-pun tampil membawakan acara
di Metro TV, seperti Face to Face with Desi Anwar dan Economic Challenges with
Desi Anwar. Kini ia bergabung sebagai jurnalis di CNN Indonesia yang resmi
mengudara pada tanggal 17 Agustus 2015 yang trpat dengan hari kemerdekaan
Indonesia yang ke-70. Disamping sebagai seorang jurnalis, Desi juga hobi
fotografi dan jalan-jalan. Hobinya itu ia tuangkan dalam buku yang bertajuk A Romantic
Journey: Notebook of A Traveller.
Pada acara Meet Up!
#4 yang diadakan oleh CNN Indonesia di Universitas Tarumanagara pada tangga 28
September 2016 lalu, Desi Anwar berkesempatan untuk hadir dan menceritakan
sedikit pengalamannya di bidang jurnalistik. Wanita yang memulai kariernya pada
tahun 1990 ini bercerita bahwa semenjak munculnya stasiun TV swasta, penonton
di TV nasional menjadi berkurang. Jaman dahulu tidak ada seorang jurnalis yang
boleh meliput ke Istana Presiden, tetapi karena banyak masyarakat yang mulai
menonton siaran TV, akhirnya Presiden-lah yang berkunjung ke stasiun TV tersebut. Seiring berjalannya waktu, banyak
bermunculan stasiun-stasiun TV swasta berikutnya. Kompetisi siaran TV masih
berkisaran pada iklan komersil, oleh karena itu akan berdampak terhadap isi
berita yang akan ditayangkan.
“Karier saya
didalam pertelevisian, semakin banyak informasi yang mereka miliki tentu akan
membuat mereka menjadi kritis saat mereka melihat dan tidak setuju dengan
infromasi yang diberikan, hal ini terjadi pada tahun 1998. Lalu muncul evolusi
bagaimana kita menyiasatinya. Yang terjadi saat ini pada remaja adalah
flegmentasi.” Ucap Desi Anwar. Beliau juga menambahkan bahwa ia tidak
mementingkan eksistensi. Apapun yang dilakukan harus memiliki makna terhadap
diri sendiri dan bagi orang lain, lebih-lebih komunitas.
Penulis : Ulfa Rizkayana,
Martalena, dan Rosalin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar